Palestina ,Zionis, Obama, dan Tanah 3 Agama

Diposkan oleh Unknown on Monday, July 21, 2014


Liputan6, Jakarta - Oleh: Elin Yunita Kristanti, Alexander Lumbantobing, Tanti Yulianingsih, Rizki Gunawan
Sebuah surat datang dari Gaza, untuk dunia. Penulisnya yang emosional mengisahkan cerita duka akibat invasi darat: tubuh-tubuh yang terkoyak, bercucuran darah, menggigil, sekarat, dan akhirnya tewas. 

Korbannya adalah rakyat Palestina dari segala usia, nyaris semuanya penduduk sipil yang tak punya dosa. Manusia -- ia tulis dengan huruf kapital -- sekali lagi diperlakukan seperti binatang. Oleh tentara (yang mengaku) paling bermoral di dunia, Israel. 

Sang penulis menjadi saksi hidup orkestra mesin perang Israel, sebuah simfoni mengerikan salvo artileri dari kapal perang di ujung pantai, deru jet tempur F-16, suara drone yang bikin merinding, ditingkahi gemuruh Apache. Semua dibuat dan dibiayai Amerika Serikat -- sekutu abadi Tel Aviv.
Seruan pun ditujukan kepada Presiden AS Barack Obama yang mendukung agresi itu, dengan alasan 'pembelaan diri' Israel dari roket Hamas. 

“Mr Obama - apakah Anda punya hati?
Saya mengundang Anda, menghabiskan satu malam -- hanya semalam -- dengan kami di Shifa. Menyamar sebagai tukang bersih-bersih, mungkin.

Saya yakin, 100 persen, itu akan mengubah sejarah.

Tak seorang pun, yang punya hati dan kuasa yang bisa melalui malam di Shifa tanpa bertekad untuk mengakhiri pembantaian rakyat Palestina…

Tolong. Lakukan apa yang Anda bisa. Ini tak boleh dibiarkan." 

Pengirimnya bukan orang Palestina, melainkan seorang dokter yang menjadi relawan di RS al-Shifa, Gaza. Namanya, Mads Gilbert, MD PhD. Pria 67 tahun itu sudah berkali-kali mengabdi di Gaza, 17 tahun bolak-balik. Ia datang dari negara di mana rakyatnya menikmati kegembiraan dan kebebasan: Norwegia.


Gilbert mengaku kemanusiaan yang menuntunnya datang, tanpa bayaran. Ke wilayah tepian Laut Tengah di mana ia menjadi saksi dari sebuah ‘pembantaian’. Meski saudara sebangsanya menuduh kesaksiannya sebagai berita bohong. 

Seperti halnya Rachel Corrie yang tewas karena menghadang buldozer Caterpillar D9R milik Israel yang akan menghancurkan permukiman rakyat Palestina. Gadis 23 tahun asal AS, beragama Kristen, itu dituding membela ‘teroris’. 

Sementara itu, di Kensington High Street, London, Inggris. Sekelompok orang menggelar demonstrasi di depan Kedubes Israel. Termasuk 3 pria yang tampil mencolok dengan jubah hitam dan janggut panjang.

Mereka mengangkat poster. Salah satunya bisa dibaca: "Judaism rejects the Zionist state and condemns its criminal siege and occupation" --  “Yudaisme menolak negara Zionis dan mengutuk tindakan kriminal pengepungan dan pendudukan”. Mereka adalah rabi Yahudi. Yang mengutuk Israel. 

Aksi serupa digelar di seluruh belahan dunia. Juga di Paris, Roma, New York, dan di muka Gedung Putih di Washington DC.  

Di Ibukota AS, dalam orasinya, Rabi Dovid Feldman dari Jews United Against Zionism mengatakan, Amerika Serikat harus menghentikan dukungannya kepada Israel. “Kami memohon pada AS untuk menghentikan pertumpahan darah ini, “ kata dia seperti Liputan6.com kutip dari CBS Local, Minggu, 20 Juli 2014. 

“Kita harus paham, bahwa (serangan Israel) adalah salah. Kita harus mengerti bahwa itu berbahaya, tindakan kriminal, anti-agama, juga anti-Yahudi.”  

Mengibarkan bendera Palestina, ribuan pendemo menyerukan pesan yang sama: bebaskan Palestina dan hentikan kekerasan di Gaza. Di barisan yang sama ada orang Amerika Serikat – putih dan berwarna, warga segala bangsa, umat Muslim, Kristen, Yahudi, … 

Ada juga yang memilih cara lain. Pada 15 Juli 2014, umat Yahudi di Inggris berpuasa -- bersama umat Muslim -- menyerukan diakhirinya kekerasan.
Sayangnya, di Sarcelles, Prancis, demo menuntut kedamaian di Gaza berubah jadi ricuh. Aksi yang awalnya dalam berubah rusuh saat massa menyerang bisnis milik orang Yahudi, Minggu 20 Juli 2014. 

Sejumlah toko dijarah, polisi menembakkan gas air mata dan peluru karet ke arah kerumunan.

Aksi tersebut sebenarnya telah dilarang, di tengah kekhawatiran bahwa  komunitas Yahudi akan menjadi sasaran pengunjuk rasa -- setelah akhir pekan lalu massa berupaya menyerbu 2 sinagog di Paris.

"Ketika Anda melampiaskan ke rumah ibadat, ketika Anda membakar toko di sudut jalan hanya karena itu milik Yahudi, Anda telah melakukan tindakan anti-Semit," kata Menteri Dalam Negeri Prancis, Bernard Cazeneuve.
Sementara, di Maroko, seorang rabi Yahudi menjadi korban serangan. Siapa pun yang melakukannya, ia mungkin tak tahu Yahudi tak sama dengan Israel. Bahkan rabi sekali pun mengutuk negeri zionis.  

Palestina: Tanah Tiga Agama 

Agama memang tak sedang berperang di Gaza. Dan zionisme politik Israel tak sama dengan zionis religius -- yang percaya bahwa kembali ke Tanah Perjanjian bukanlah sebuah tindakan ditentukan oleh manusia, apalagi menuding penjajahan, tetapi bahwa mereka akan kembali kapan dan bagaimana Tuhan lah yang memutuskan.

Duta Besar Palestina untuk Indonesia Fariz Mehdawi menegaskan, konflik yang sedang terjadi di Gaza bukan soal keyakinan. Umat Islam, Kristen, dan Yahudi hidup rukun di Palestina. 

"Ada lebih dari 1.500 orang Kristen di Gaza...bukan di seluruh Palestina. Karena di seluruh Palestina lebih banyak lagi orang Kristennya, di Bethlehem, Yerusalem," kata dia saat diwawancara Liputan6.

"Ada juga warga Yahudi di Palestina, yang bukan pendatang dari Eropa. Sehingga, bukan menjadi bagian dari penjajah. Warga Yahudi ada di sepanjang sejarah kami, bahkan sebelum Israel didirikan." Salah satunya bahkan menjadi anggota parlemen. 

"Dan mereka sama sekali tidak menganggap diri mereka sebagai orang Israel. Mereka memandang dirinya sebagai orang Palestina," kata Pak Dubes. "Jadi, siapa bilang ada masalah agama di Palestina?"

Alex Awad, pastor East Jerusalem Church mengkritik cara pandang Barat yang berat sebelah melihat konflik Israel-Palestina. “Mereka tidak tahu siapa yang menjajah siapa, siapa penindas, siapa yang menyita tanah, yang sedang membangun dinding untuk mencoba memisahkan orang-orang satu sama lain,” kata Alex Awad kepada The Christian Post.


Menurut Awad, akar konflik di Gaza tak sekedar penculikan dan pembunuhan 3 remaja Israel. Namun hukuman kolektif yang diberlakukan kepada seluruh rakyat Gaza – atas ekspresi kemarahan penduduk Palestina, dalam hal ini Hamas, yang menentang blokade dan penjajahan negeri zionis.

Ia juga menuding Israel menggunakan serangan ke Gaza sebagai pengalihan isu, ‘menutup-nutupi’ perluasan permukiman di Tepi Barat. 

Awad menambahkan, orang-orang Kristen Palestina di Gaza sama menderitanya dengan kaum muslim di sana. Terancam bom, hanya mendapat jatah listrik 8 jam per hari, sulit mendapat air bersih.  

Tak ada yang namanya ‘Kota Kristen’, umat di sana hidup bersama dengan warga lainnya. Di Jalur Gaza, tetapi juga di Tepi Barat. Mereka memilih netral, tak menjadi bagian dari pertempuran. "Kami tidak berjuang di sisi Hamas. Kami tidak berjuang di sisi Israel. Kebanyakan orang Kristen sangat netral," kata Awad.

"Namun, di lubuk hati, kami berpihak pada saudara-saudara kami di Palestina, termasuk umat Islam. Karena kami tahu mereka lah korban dari pendudukan, ditindas, dan mendapat perlakuan yang  melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) lainnya," kata Awad. INFOGRAFIS Angkara Israel,,,,

Info Berita:Liputan6
Comments
0 Comments

{ 0 komentar... read them below or add one }

Post a Comment